Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Zita Anjani, menjadi sorotan publik setelah mengunggah momen dirinya sedang menikmati makan dan berolahraga pilates di Instagram, saat DPRD Provinsi DKI Jakarta sedang menggelar rapat paripurna pada Senin (29/7/2024).
Kejadian ini memicu kontroversi dan pertanyaan publik mengenai komitmen Zita sebagai anggota dewan. Publik mempertanyakan mengapa Zita memilih untuk beraktivitas pribadi saat rapat paripurna sedang berlangsung.
Zita, putri dari Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan RI, berusaha memberikan klarifikasi atas ketidakhadirannya dalam rapat paripurna tersebut. Ia menjelaskan bahwa rapat paripurna yang digelar pada Senin lalu merupakan penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi, bukan untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, menurutnya, rapat paripurna lumrah hanya dipimpin oleh seorang pimpinan dewan.
Zita juga menegaskan bahwa hari itu bukan merupakan tugasnya sebagai pimpinan dewan untuk memimpin rapat. Ia memilih untuk tidak hadir dalam rapat yang digelar bersama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
"Sebenarnya kan saya mau jelasin di bawah, tapi belum selesai penjelasannya," kata Zita di ruang kerjanya usai rapat paripurna, Kamis siang.
Zita juga menjelaskan bahwa ia rutin melakukan aktivitas olahraga setiap hari, biasanya pada pagi hari. Setelah berolahraga, ia melanjutkan tugasnya sebagai anggota dewan.
"Kalau saya olahraga jam 1 siang itu nggak mungkin karena biasanya jam segitu udah dua sampai agenda selesai. Ada rapat politik, ada saya ketemu konstituen, yang nggak semua saya publish. Jadi yang saya posting bukan di jam saat itu," ujar dia.
Zita mengaku apa adanya dalam mengunggah aktivitas di media sosial, termasuk olahraga pilates yang menjadi kesukaannya. Namun, ia tidak banyak mengunggah kegiatan yang bersifat turun ke masyarakat.
"Saya tuh orangnya apa adanya, enggak bisa tuh palsu-palsu. Apa yang saya tampilkan, itulah saya," kata dia.
Kontroversi dan Pertanyaan Publik
Klarifikasi Zita ini tidak sepenuhnya diterima oleh publik. Banyak yang menilai bahwa penjelasannya tidak memuaskan dan tidak cukup untuk meyakinkan publik.
Beberapa pertanyaan yang muncul dari publik antara lain:
- Apakah benar rapat paripurna yang digelar pada Senin lalu bukan untuk pengambilan keputusan?
- Apakah Zita tidak memiliki kewajiban untuk hadir dalam rapat paripurna, meskipun bukan tugasnya untuk memimpin?
- Apakah Zita tidak menyadari bahwa tindakannya mengunggah momen pribadi saat rapat paripurna berlangsung dapat menimbulkan persepsi negatif di mata publik?
Etika dan Tanggung Jawab Anggota Dewan
Kejadian ini memicu diskusi mengenai etika dan tanggung jawab anggota dewan. Sebagai wakil rakyat, anggota dewan memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
Kehadiran dalam rapat paripurna merupakan salah satu bentuk tanggung jawab anggota dewan dalam menjalankan tugasnya. Rapat paripurna merupakan forum penting untuk membahas isu-isu penting yang berkaitan dengan kebijakan dan pembangunan daerah.
Ketidakhadiran anggota dewan dalam rapat paripurna tanpa alasan yang jelas dapat diartikan sebagai bentuk ketidakpedulian dan ketidakprofesionalan. Hal ini dapat menimbulkan persepsi negatif di mata publik dan dapat merugikan kepercayaan masyarakat terhadap anggota dewan.
Media Sosial dan Transparansi
Kejadian ini juga menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi platform penting dalam kehidupan publik, termasuk kehidupan politik.
Penggunaan media sosial oleh anggota dewan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Namun, penggunaan media sosial juga harus dilakukan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Anggota dewan harus menyadari bahwa setiap unggahan di media sosial dapat berdampak pada citra dan kredibilitas mereka.
Pelajaran dari Kasus Zita Anjani
Kasus Zita Anjani memberikan pelajaran penting bagi anggota dewan dan publik.
Bagi anggota dewan, kasus ini menjadi pengingat untuk selalu menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan penuh dedikasi dan profesionalitas.
Bagi publik, kasus ini menjadi pengingat untuk selalu kritis dan jeli dalam menilai kinerja anggota dewan.
Kesimpulan
Kasus Zita Anjani menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan politik. Penggunaan media sosial oleh anggota dewan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun juga harus dilakukan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Anggota dewan harus menyadari bahwa setiap unggahan di media sosial dapat berdampak pada citra dan kredibilitas mereka.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi publik untuk selalu kritis dan jeli dalam menilai kinerja anggota dewan.
Refleksi
Kejadian ini memicu refleksi tentang peran dan tanggung jawab anggota dewan dalam menjalankan tugasnya.
Bagaimana seharusnya anggota dewan bersikap dan bertindak dalam menjalankan tugasnya?
Bagaimana seharusnya anggota dewan menggunakan media sosial untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas?
Bagaimana seharusnya publik menilai kinerja anggota dewan?
Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan serius agar demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik.